Terbaru - Biografi Prof. Mr. Rh Iwa Kusuma Sumantri

RH. Iwa Kusuma Sumantri



Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang mampu dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para cowok Jawa, Jong Java. Begitu pula dikala tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akibat goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang dikala tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya ialah perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya ibarat Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengukuhan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, alasannya adalah pada ketika itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seolah-olah Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha yakni untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa biar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para cowok Jawa, Jong Java. Begitu pula dikala tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut sebab mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya mirip Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengesahan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, sebab pada saat itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan setelah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, menyerupai Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan adalah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa supaya melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para cowok Jawa, Jong Java. Begitu pula saat tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya yaitu mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap balasan goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya yaitu perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya ibarat Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca akreditasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, alasannya ialah pada ketika itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, menyerupai Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan adalah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula saat tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-perkara yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut lantaran mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap jawaban goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, karena perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seolah-olah Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengesahan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, sebab pada ketika itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, ibarat Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha ialah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang sanggup dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa semoga melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap tanggapan tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya yaitu perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya mirip Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca akreditasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, peran Iwa cukup berat, lantaran pada saat itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan setelah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seakan-akan Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yakni untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang mampu dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa biar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para cowok Jawa, Jong Java. Begitu pula dikala tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut sebab mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akibat goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang dikala tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, lantaran perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya menyerupai Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengukuhan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, kiprah Iwa cukup berat, alasannya pada dikala itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan setelah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, mirip Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha adalah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang sanggup dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut karena mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap balasan tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, lantaran perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seakan-akan Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengukuhan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, kiprah Iwa cukup berat, alasannya yakni pada ketika itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, mirip Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada teman-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan ialah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa biar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para cowok Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap balasan tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang dikala tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, karena perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seolah-olah Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengesahan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, kiprah Iwa cukup berat, sebab pada saat itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seperti Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha yakni untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa semoga melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula saat tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap jawaban goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang dikala tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya yaitu perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya mirip Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengukuhan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, alasannya ialah pada saat itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan setelah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, ibarat Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan adalah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang mampu dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula saat tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut karena mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akibat tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, sebab perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seolah-olah Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengukuhan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, alasannya pada dikala itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seolah-olah Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan ialah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang mampu dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa biar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela perkara-perkara yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, sebab perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya menyerupai Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca legalisasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, kiprah Iwa cukup berat, alasannya pada saat itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, menyerupai Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa supaya melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap tanggapan tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang dikala tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, karena perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya ibarat Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengakuan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, alasannya pada saat itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seolah-olah Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang mampu dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa supaya melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula dikala tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut sebab mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap balasan goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, karena perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seolah-olah Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengukuhan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, lantaran pada ketika itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan setelah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seolah-olah Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada teman-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha adalah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang mampu dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa supaya melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela perkara-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang dikala tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, sebab perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seperti Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengukuhan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, kiprah Iwa cukup berat, lantaran pada ketika itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, menyerupai Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara

Biografi Dr. Cipto Mangunkusumo - Pahlawan Pergerakan Nasional

Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada teman-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa supaya melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para cowok Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya yakni mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, karena perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seolah-olah Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca akreditasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, peran Iwa cukup berat, alasannya yakni pada ketika itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, menyerupai Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan adalah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang mampu dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa biar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula saat tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya adalah mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap balasan tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya yakni perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya ibarat Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengesahan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, alasannya pada dikala itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan setelah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seperti Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yakni untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang mampu dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para cowok Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela perkara-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya yaitu mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akibat tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya ialah perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seperti Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengukuhan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, peran Iwa cukup berat, alasannya pada saat itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan setelah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seperti Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha adalah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang sanggup dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya yakni mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akibat tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, karena perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seolah-olah Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengesahan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, karena pada dikala itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seperti Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan adalah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula saat tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut sebab mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap jawaban tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, sebab perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seakan-akan Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca akreditasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, sebab pada dikala itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seperti Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yakni untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa supaya melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang dikala tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya yaitu perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seolah-olah Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengukuhan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, karena pada ketika itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, menyerupai Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada teman-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula saat tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya ialah mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akibat tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, karena perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya mirip Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengakuan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, peran Iwa cukup berat, alasannya adalah pada saat itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seperti Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha ialah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang mampu dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela perkara-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya yaitu mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya yakni perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya menyerupai Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca legalisasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, peran Iwa cukup berat, sebab pada dikala itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, ibarat Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa supaya melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula saat tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang dikala tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, karena perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seolah-olah Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengakuan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, lantaran pada ketika itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seakan-akan Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa semoga melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya adalah mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap tanggapan goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang dikala tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, sebab perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seakan-akan Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengesahan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, peran Iwa cukup berat, alasannya pada ketika itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, ibarat Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha ialah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula saat tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya adalah mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang dikala tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya ialah perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seperti Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengukuhan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, alasannya pada saat itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan setelah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seolah-olah Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada teman-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan adalah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa biar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya adalah mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, karena perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seperti Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca legalisasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, kiprah Iwa cukup berat, karena pada ketika itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, mirip Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha ialah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang sanggup dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para cowok Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akibat goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seperti Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca akreditasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, alasannya yakni pada saat itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seperti Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan adalah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula saat tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya yakni mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seolah-olah Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengakuan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, peran Iwa cukup berat, karena pada saat itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan setelah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, menyerupai Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula dikala tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap balasan goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seakan-akan Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca legalisasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, peran Iwa cukup berat, sebab pada saat itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seperti Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang mampu dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa supaya melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para cowok Jawa, Jong Java. Begitu pula dikala tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-perkara yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut karena mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap balasan tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, lantaran perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya mirip Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca ratifikasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, peran Iwa cukup berat, lantaran pada dikala itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, ibarat Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan adalah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa semoga melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-perkara yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut sebab mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, lantaran perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seolah-olah Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca akreditasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, alasannya ialah pada ketika itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seperti Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa semoga melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula dikala tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akibat goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang dikala tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, lantaran perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya menyerupai Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengakuan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, kiprah Iwa cukup berat, alasannya pada saat itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seakan-akan Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa semoga melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula saat tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut karena mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap balasan tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang dikala tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya adalah perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seperti Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengukuhan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, alasannya yaitu pada saat itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan setelah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seolah-olah Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada teman-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan adalah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang mampu dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa biar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para cowok Jawa, Jong Java. Begitu pula dikala tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut sebab mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya mirip Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengukuhan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, alasannya pada dikala itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan setelah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, menyerupai Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha adalah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa semoga melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula dikala tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut karena mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, lantaran perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seakan-akan Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengukuhan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, sebab pada saat itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, mirip Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa biar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut lantaran mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, sebab perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya mirip Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengukuhan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, sebab pada dikala itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan setelah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seakan-akan Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha ialah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang sanggup dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa semoga melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para cowok Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-perkara yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap jawaban tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, lantaran perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seperti Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca akreditasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, peran Iwa cukup berat, karena pada saat itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, ibarat Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha ialah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa semoga melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula saat tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap balasan tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seolah-olah Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengesahan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, lantaran pada saat itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seakan-akan Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha adalah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang sanggup dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa semoga melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para cowok Jawa, Jong Java. Begitu pula dikala tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela perkara-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya yaitu mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akibat tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, karena perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seolah-olah Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca ratifikasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, peran Iwa cukup berat, sebab pada saat itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, ibarat Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara

Biografi Abdoel Kahar Moezakir Tokoh Perumus Dasar Negara Indonesia

Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan ialah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa semoga melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula saat tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya yakni mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seperti Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengakuan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, peran Iwa cukup berat, alasannya pada ketika itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seolah-olah Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha yakni untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa supaya melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut lantaran mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akibat tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya adalah perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seakan-akan Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca akreditasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, alasannya ialah pada ketika itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seperti Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan adalah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa semoga melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para cowok Jawa, Jong Java. Begitu pula dikala tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut lantaran mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang dikala tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya ialah perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya mirip Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca akreditasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, sebab pada ketika itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, menyerupai Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa biar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para cowok Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut sebab mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, sebab perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seakan-akan Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca ratifikasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, peran Iwa cukup berat, sebab pada saat itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seakan-akan Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa supaya melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula dikala tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut lantaran mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap jawaban tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, sebab perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya mirip Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengesahan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, alasannya yaitu pada ketika itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seakan-akan Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan adalah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang mampu dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa supaya melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para cowok Jawa, Jong Java. Begitu pula saat tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, sebab perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seakan-akan Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengesahan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, alasannya pada saat itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, menyerupai Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan adalah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap tanggapan goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya yakni perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya ibarat Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengakuan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, lantaran pada ketika itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, ibarat Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara

Biografi Pahlawan Revolusi - Siswondo Parman

Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha ialah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang sanggup dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para cowok Jawa, Jong Java. Begitu pula dikala tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut sebab mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap balasan tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, sebab perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seperti Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengesahan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, lantaran pada dikala itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seperti Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha ialah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa semoga melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela perkara-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut sebab mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya yaitu perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seakan-akan Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengakuan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, alasannya pada dikala itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, mirip Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan ialah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa biar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula saat tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut lantaran mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akibat goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya adalah perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seolah-olah Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengesahan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, alasannya ialah pada ketika itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan setelah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seperti Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada teman-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yakni untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang mampu dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa semoga melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela perkara-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya ialah mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap balasan goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang dikala tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya menyerupai Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengakuan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, karena pada saat itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seolah-olah Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yakni untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang sanggup dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa biar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula saat tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela perkara-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut lantaran mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akibat goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, lantaran perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seolah-olah Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengakuan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, alasannya pada ketika itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan setelah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, mirip Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang sanggup dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa biar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut sebab mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, sebab perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seakan-akan Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca ratifikasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, kiprah Iwa cukup berat, sebab pada ketika itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seolah-olah Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yakni untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang mampu dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa supaya melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula dikala tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-perkara yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut sebab mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akibat tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seolah-olah Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengakuan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, kiprah Iwa cukup berat, alasannya pada dikala itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan setelah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seolah-olah Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Daftar Nama Pahlawan Nasional


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha adalah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang sanggup dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa biar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para cowok Jawa, Jong Java. Begitu pula saat tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, karena perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya mirip Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca ratifikasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, sebab pada ketika itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, ibarat Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha ialah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa semoga melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para cowok Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut karena mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, sebab perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seakan-akan Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengakuan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, alasannya pada saat itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seperti Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada teman-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha yakni untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa biar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para cowok Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut karena mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap jawaban goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya yaitu perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seolah-olah Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengesahan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, kiprah Iwa cukup berat, alasannya adalah pada ketika itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seakan-akan Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang sanggup dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula dikala tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya ialah mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akibat goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, karena perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya menyerupai Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengakuan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, peran Iwa cukup berat, sebab pada ketika itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seakan-akan Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha yakni untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang mampu dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa supaya melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula saat tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-perkara yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya ialah mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap tanggapan tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya yaitu perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seakan-akan Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengukuhan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, karena pada saat itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan setelah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seakan-akan Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang mampu dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa supaya melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula saat tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela perkara-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut lantaran mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang dikala tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, sebab perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seperti Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengesahan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, alasannya pada dikala itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan setelah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, menyerupai Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha ialah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap tanggapan tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, lantaran perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seakan-akan Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca akreditasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, karena pada saat itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seakan-akan Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan ialah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula dikala tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-perkara yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akibat goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, sebab perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seolah-olah Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca akreditasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, peran Iwa cukup berat, karena pada ketika itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, mirip Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada teman-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha adalah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa semoga melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula dikala tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut lantaran mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap tanggapan goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, karena perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seolah-olah Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca legalisasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, sebab pada dikala itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, ibarat Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha yakni untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula saat tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut sebab mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap jawaban goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, sebab perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya ibarat Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca legalisasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, kiprah Iwa cukup berat, alasannya pada ketika itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seakan-akan Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yakni untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang mampu dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula saat tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya adalah mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akibat tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang dikala tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, sebab perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya menyerupai Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca ratifikasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, lantaran pada saat itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, ibarat Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha yakni untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang mampu dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa biar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula dikala tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, karena perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya ibarat Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca akreditasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, peran Iwa cukup berat, lantaran pada dikala itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seperti Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada teman-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang mampu dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula dikala tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya yakni mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akibat goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, karena perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya menyerupai Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengakuan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, peran Iwa cukup berat, sebab pada ketika itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seperti Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada teman-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para cowok Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut lantaran mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang dikala tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya ibarat Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengakuan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, kiprah Iwa cukup berat, karena pada dikala itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan setelah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seolah-olah Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha adalah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang mampu dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa supaya melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-perkara yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya ialah mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, sebab perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seolah-olah Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengukuhan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, kiprah Iwa cukup berat, alasannya pada saat itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan setelah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, mirip Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada teman-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha adalah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut karena mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap jawaban tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang dikala tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya yaitu perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya menyerupai Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengakuan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, karena pada saat itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seperti Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang sanggup dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa semoga melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya adalah mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang dikala tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, sebab perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seakan-akan Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca legalisasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, alasannya adalah pada dikala itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, mirip Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para cowok Jawa, Jong Java. Begitu pula saat tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang dikala tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya adalah perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seolah-olah Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca akreditasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, kiprah Iwa cukup berat, lantaran pada dikala itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, menyerupai Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha adalah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para cowok Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, karena perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seolah-olah Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengesahan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, alasannya pada saat itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seperti Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa biar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula dikala tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela perkara-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akibat tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seakan-akan Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengukuhan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, kiprah Iwa cukup berat, sebab pada ketika itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seperti Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha yakni untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang dikala tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seperti Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengukuhan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, sebab pada saat itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, mirip Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang sanggup dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula dikala tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-perkara yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut karena mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang dikala tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, karena perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seperti Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca ratifikasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, peran Iwa cukup berat, lantaran pada saat itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, ibarat Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara



Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada teman-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha ialah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa supaya melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula dikala tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela perkara-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, karena perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seolah-olah Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca legalisasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, alasannya pada dikala itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan setelah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, mirip Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa supaya melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula dikala tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut lantaran mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap tanggapan goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang dikala tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, karena perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya mirip Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca ratifikasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, peran Iwa cukup berat, sebab pada saat itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seperti Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha adalah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa supaya melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya adalah mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang dikala tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya ibarat Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca legalisasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, peran Iwa cukup berat, alasannya pada saat itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seolah-olah Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa biar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut lantaran mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akibat tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya mirip Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca akreditasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, sebab pada dikala itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan setelah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, menyerupai Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha yakni untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa biar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula saat tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akibat goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya menyerupai Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca akreditasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, karena pada ketika itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seakan-akan Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa semoga melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akibat tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, karena perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya menyerupai Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengesahan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, peran Iwa cukup berat, alasannya yaitu pada ketika itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan setelah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seakan-akan Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha ialah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang sanggup dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa supaya melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut sebab mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap jawaban goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya yakni perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seolah-olah Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca legalisasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, alasannya pada dikala itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, mirip Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan adalah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula saat tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akibat goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang dikala tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya yakni perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seperti Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengukuhan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, kiprah Iwa cukup berat, sebab pada dikala itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan setelah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seolah-olah Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada teman-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan adalah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang sanggup dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para cowok Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela perkara-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut lantaran mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, lantaran perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seperti Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengukuhan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, alasannya pada ketika itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seolah-olah Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada teman-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yakni untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa biar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula dikala tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela perkara-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut sebab mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akibat goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, sebab perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya menyerupai Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca ratifikasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, alasannya pada ketika itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan setelah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, ibarat Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa semoga melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut karena mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akibat goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, sebab perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seolah-olah Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengakuan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, sebab pada dikala itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seolah-olah Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa biar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para cowok Jawa, Jong Java. Begitu pula dikala tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut sebab mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akibat tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya adalah perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya menyerupai Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca ratifikasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, alasannya pada dikala itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, mirip Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang mampu dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa supaya melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para cowok Jawa, Jong Java. Begitu pula dikala tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-perkara yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya yakni mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap balasan goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya mirip Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengukuhan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, peran Iwa cukup berat, sebab pada dikala itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan setelah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seakan-akan Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada teman-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang mampu dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula dikala tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela kasus-perkara yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, sebab perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seperti Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengukuhan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, kiprah Iwa cukup berat, alasannya ialah pada dikala itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan setelah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, mirip Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha ialah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa biar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula dikala tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela perkara-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut karena mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akibat goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, lantaran perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya menyerupai Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengakuan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, peran Iwa cukup berat, sebab pada ketika itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seperti Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa semoga melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula dikala tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap jawaban goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, sebab perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya ibarat Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca akreditasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, peran Iwa cukup berat, lantaran pada ketika itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan setelah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seakan-akan Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada teman-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yakni untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang mampu dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa supaya melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut sebab mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akibat goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya mirip Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengesahan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, sebab pada saat itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan setelah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seperti Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada teman-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan ialah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa agar melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah aturan berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula ketika tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-masalah yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut lantaran mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap balasan tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang ketika tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, sebab perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya menyerupai Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengakuan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota DPR pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, kiprah Iwa cukup berat, sebab pada dikala itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan setelah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seolah-olah Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang sanggup dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa semoga melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para pemuda Jawa, Jong Java. Begitu pula saat tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut alasannya mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir goresan pena-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, lantaran perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya menyerupai Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca akreditasi kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, tugas Iwa cukup berat, karena pada saat itu sedang terjadi kemelut di badan Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, ibarat Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sobat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa perjuangan yaitu untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang sanggup dijadikan ladang usaha, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa semoga melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah hukum (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula saat tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang berjulukan Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela masalah-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melakukan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut karena mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali menerima perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang dikala tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, sebab perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya ibarat Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka gres dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengakuan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, peran Iwa cukup berat, alasannya pada ketika itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sesudah diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seakan-akan Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Berkat jasanya sebagai rektor, pada tahun 1961 jabatan sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pun dipercayakan padanya. Karirnya dalam pemerintah tak hanya sebagai menteri tapi juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Iwa Kusuma Sumantri meninggal dunia pada tanggal 27 November 1971 dalam usia 72 tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Pahlawan Nusantara


Iwa Kusuma Sumantri seorang tokoh yang membangun bangsanya dengan multi cara. Dalam rangka merebut kemerdekaan, ia menanamkan pemahaman kepada sahabat-temannya di Perhimpunan Indonesia (PI), bahwa usaha adalah untuk mencapai kemerdekaan. Dalam membela nasib rakyat kecil, ia sering bersuara keras melalui media yang diterbitkannya. Setelah kemerdekaan, ia membangun bangsa melalui jabatannya di keMenterian.

Perjuangan bukan hanya dilakukan di medan pertempuran. Banyak sekali bidang yang bisa dijadikan ladang perjuangan, mulai dari pemerintahan, partai politik, dunia usaha, maupun pendidikan. Begitu pula halnya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ia membaktikan dirinya di dunia pendidikan. Melalui pendidikan generasi muda, ia turut membangun masa depan bangsa supaya melangkah lebih maju guna mewujudkan kesejahteraan.

Iwa Kusuma Sumantri lahir di Ciamis, 31 Mei 1899. Setamat dari sekolah untuk para calon pegawai negeri, yakni OSVIA (Opleiding School voor Indische Ambtenaren) di Bandung, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi pada sekolah aturan (Recht School). Pendidikannya pada sekolah hukum berhasil diselesaikannya pada tahun 1921. Setahun kemudian ia bertolak ke Belanda untuk memperdalam ilmu hukumnya di Universitas Leiden.

Saat masih berstatus sebagai pelajar, Iwa dikenal aktif berorganisasi dengan menjadi anggota Tri Koro Darmo yang merupakan cikal bakal organisasi para perjaka Jawa, Jong Java. Begitu pula saat tengah menimba ilmu di negeri Belanda, Iwa Kusuma memasuki organisasi mahasiswa Indonesia yang bernama Indonesisch Vereniging. Dan atas usulnya pula, organisasi tersebut kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), dan ia menjabat sebagai ketua.

Selama satu tahun PI berada di bawah kepemimpinannya, yakni antara tahun 1923-1924, ia berhasil menegaskan bahwa PI berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernyataan tersebut dituangkan dalam “Keterangan Azas” yang dikeluarkannya. Upaya PI dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut diwujudkan melalui persatuan seluruh bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan golongan. PI juga menegaskan diri sebagai organisasi yang menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi yang artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.

Setelah 5 tahun lamanya ia bermukim di negeri kincir angin, pada tahun 1927 Iwa kembali ke Tanah Air. Guna mempraktekkan ilmu hukumnya ia membuka kantor pengacara di Bandung, Jakarta, dan Medan. Selain menjalankan profesinya sebagai pengacara, ia menerbitkan surat kabar bertajuk Matahari Indonesia yang memperjuangkan nasib rakyat kecil dengan membela perkara-kasus yang menimpa mereka, terutama kaum buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan besar milik Belanda di Sumatera Timur.

Iwa merasa perlu melaksanakan pembelaan terhadap apa yang dialami kaum buruh tersebut sebab mereka yang disebut “kuli kontrak” kerap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Karena kepeduliannya terhadap nasib kaum buruh, Iwa kemudian diangkat menjadi Penasehat Persatuan Montir dan Pekerja Bengkel (Persatuan Motoris Indonesia).

Pada Juli 1929, Iwa Kusuma Sumantri ditangkap akhir tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar yang diterbitkannya. Atas kegiatannya tersebut, ia harus mendekam di penjara di Medan selama hampir satu tahun. Kemudian dipindahkan ke Jakarta untuk diasingkan ke Bandaneira. Akhir Februari 1941, Iwa dipindahkan dari Bandaneira menuju Makassar.
Meskipun menganut paham nonPresiden RI Pertama (1945-1956)koperasi dengan penjajah, Iwa terpaksa bekerja sebagai pegawai Jepang saat tentara Jepang menduduki wilayah Indonesia. Karena suatu alasan, ia pergi dari Makassar dengan alasan mengambil cuti dan kembali ke Bandung.

Setelah kemerdekaan, jabatan Menteri Sosial dalam kabinet presidensial pertama dipercayakan padanya. Namun, alasannya yakni perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer pada November 1945, ia hanya sempat memangku jabatan tersebut selama tiga bulan.

Iwa kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang menentang politik pemerintah yang bersedia berunding dengan Belanda. Pada 3 Juli 1946, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan memaksa 

Presiden RIPertama (1945-1966)Presiden Soekarno untuk menandatangani konsep yang mereka buat mengenai perubahan pemerintahan. Tindakan tersebut dianggap sebagai usaha merebut kekuasaan. Iwa pun ditangkap dan dipenjarakan bersama beberapa tokoh Persatuan Perjuangan lainnya seolah-olah Tan Malaka, Muhammad Yamin, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka baru dibebaskan pada Agustus 1948.
Setelah menjalani hukumannya di penjara, pasca pengesahan kedaulatan RI, Iwa kembali duduk dalam jajaran pemerintah sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pada periode RIS. Iwa yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet presidensial pertama, kembali dipercaya sebagai menteri. Tapi kali ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali Sastromidjojo (Juli 1953-Agustus 1955). Sebagai menteri yang mengurusi bidang pertahanan, peran Iwa cukup berat, karena pada saat itu sedang terjadi kemelut di tubuh Angkatan Darat.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1957, ia mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan sehabis diangkat sebagai Rektor Universitas Pajajaran, Bandung. Ketika menjalani profesinya sebagai seorang akademisi, Iwa terbilang produktif dalam menulis buku, seperti Revolusi Hukum di Indonesia, Sejarah Revolusi Indonesia (3 jilid), dan Pokok-pokok Ilmu Politik.

Belum ada Komentar untuk "Terbaru - Biografi Prof. Mr. Rh Iwa Kusuma Sumantri"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel